rss

Powered By Blogger

Search This Blog

Saturday, 10 November 2012

Mervin S. Komber: Istana Belum Punyai Konsep Utuh Dialog Jakarta-Papua

Monday, 09-07-2012 06:59:49 Oleh admin Telah Dibaca 133 kali

Mervin Komber Anggota DPD RI asal Papua Barat @Ist.

Jakarta, MAJALAH SELANGKAH – Anggota DPD RI, asal Papua Barat, Mervin S. Komber mengkritik langkah yang diambil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait Dialog Papua-Jakarta. “SBY memanggil sejumlah tokoh agama asal Papua untuk mencari format dialog. Ini menunjukkan Istana belum memunyai konsep yang utuh terhadap dialog Jakarta-Papua  yang sudah disuarakan berbagai pihak di tanah air,” kata Mervin kepada media ini, Minggu, (8/7).


“Dalam pandangan saya, tokoh agama adalah bagian dari pelaku dalam dialog itu sendiri, sehingga tidak tepat jika Presiden mendiskusikan format dialog dengan mereka. Kalau pelaku bukan bicara format tapi bicara isi (dialog). Presiden bisa panggil gubernur, bupati, DPRD, DPR, DPD atau perguruan tinggi untuk bahas tata cara dan format dialog,” katanya.


Kata dia, terlebih lagi, jika hanya sebagian elemen saja yang diajak bicara soal format, dikhawatirkan hal itu malah bisa memunculkan kesalapahaman akibat input-input yang diterima SBY berbeda. Misalnya ada pembicaraan yang berbeda antara tokoh yang satu dengan yang lain, kemudian orang-orang di sekitar Presiden bisa saja memberikan masukan yang keliru tentang Papua


“Bagi saya, hal ini bisa meninggalkan bara tersendiri. Tujuan akhir dari dialog Jakarta-Papua yang saya pikirkan adalah untuk mencari peta jalan bagi pembangunan di Tanah Papua. Dialog tersebut harus bermuara pada ditemukannya peta jalan bagi Papua menuju sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik dan sejahtera,” jelasnya.

Agar bisa menghasilkan peta jalan untuk perbaikan kehidupan orang Papua, kata Mervin, agenda yang dibicarakan dalam dialog itu harus merepresentasi kondisi riil yang dihadapi orang Papua. Di bagian lain, siapa tokoh-tokoh yang diajak dalam dialog itu pun haruslah orang-orang berkompeten dari semua elemen mulai dari lingkup pemerintahan, parlemen, adat, rohaniawan, hingga unsur-unsur masyarakat yang dipercaya mewakili komunitas adat masing-masing. Kita semua berkeinginan dialog itu harus menghasilkan sesuatu yang positif untuk Papua.


Ia menilai, hingga sekarang ini, pemerintah belum memastikan kapan dialog akan digelar. “Terkait waktu pelaksanaan, saya memandang dialog Jakarta-Papua adalah sesuatu yang urgen, karena itu Presiden SBY tidak perlu menunda lebih lama lagi. Dialog Jakarta – Papua berkaitan erat dengan pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua yang kini sudah berjalan lebih kurang 11 tahun. Karena itu, dialog dimaksud sebaiknya dilakukan dalam tahun 2012 ini,” tegasnya.


Dia berharap, dialog bisa dilaksanakan dalam tahun ini, karena Otsus tinggal 10 tahun lagi, dialog ini juga harus mengakomodir apa-apa yang harus dilakukan dalam sisa waktu Otsus. Sementara mengenai tempat pelaksanaan, ia berpendapat di manapun tempatnya bukan masalah. Yang terpenting adalah semangat dari dialog itu yang benar-benar ingin mencari solusi jangka panjang untuk Papua. (DE/MS002)

Posted via email from Papua Merdeka Podcast

Dr. Neles Tebay, Pr: Dialog Budaya Papua, Segala Hal Harus Bicara Dulu

Wednesday, 19-09-2012 23:02:18 Oleh admin Telah Dibaca 285 kali

Pastor Dr. Neles Kebadabi Tebay, Pr @Ist

Jayapura, MAJALAH SELANGKAH – Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP), Pastor Dr. Neles Kebadabi Tebay, Pr, Rabu, (19/09)  di Aula STFT Fajar Timur, Abepura Jayapura mengatakan dialog adalah budaya orang Papua. Segala sesuatu harus bicara dulu. Tapi, dialog itu bukan tujuan, bukan juga solusi tetapi dialog merupakan sarana. Maka, dialog antara Jakarta dan rakyat Papua adalah sarana untuk mencari jalan keluar atas masalah di tanah Papua yang masih belum selesai.


Pastor Doktor pertama orang Papua itu mengatakan, ia memperjuangkan dialog Jakarta-Papua melalui JDP karena iman akan manusia sebagai ciptaan Allah sesuai citra-Nya. Manusia adalah ciptaan Tuhan  yang adalah makluk sosial. Manusia dinilai  tidak bisa dibiarkan terisolasi tanpa komunikasi dengan pihak  lain dalam kehidupannya. Maka, dialog adalah bagaimana cara rakyat Papua dan Jakarta sebagai makluk ciptaan Tuhan dan sekaligus makluk sosial membuka diri berdialog dalam rangka mencari solusi yang baik. 


Pater menuturkan,   pada 29 Mei 2012 lalu, ia kembali meluncurkan buku berjudul “Angkat Pena Demi Dialog Papua (Kumpulan Artikel Opini tentang Dialog Jakarta – Papua)” di Yogyakarta. Pada peluncuran itu, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X hadir sebagai pembicara utama.


Sejak Kongres Papua, 2000 salah satu keputusannya adalah dialog Jakarta-Papua. Maka, buku itu adalah kumpulan tulisan tentang dialog yang pernah dimuat di media massa yang di kumpulkan. Ada 54 buah artikel yang dikumpulkan sejak tahun 200 –2001.  (AK/ MS)

Posted via email from Papua Merdeka Podcast

Saturday, 12 November 2011

Melanesian Spearhead Group (MSG) akan Mengizinkan West Papua Melamar sebagai Status Peninjau

Posted at 20:55 on 11 November, 2011 UTC

Terjemahan PMNews dari sumber: http://www.rnzi.com/pages/news.php?op=read&id=64348

West Papua akan diberikan kesempatan untuk melamar diri menjadi peninjau dalam MSG.

Direktur Jenderal sekretariat MSG di Port Vila, Peter Forau, memberitahukan kepada Radio Vanuatu bahwa hal ini telah disetujui minggu lalu pada pertemuan para Menlu MSG.

Akan tetapi, Forau mengatakan status peninjau bagi West Papua dimaksud dibentuk sebagai bagian dari kelompok yang mewakili Indonesia.

Pada KTT MSG di Fiji pada Maret lalu, Indonesia diberikan status peninjau.

Salah satu anggota MSG ialah Kanaks dari Gerakan Kaledonia Baru (ed, Melanesia).

 

News Content © Radio New Zealand International

PO Box 123, Wellington, New Zealand

Posted via email from Papua Posts

Melanesian Spearhead Group (MSG) akan Mengizinkan West Papua Melamar sebagai Status Peninjau

Posted at 20:55 on 11 November, 2011 UTC

Terjemahan PMNews dari sumber: http://www.rnzi.com/pages/news.php?op=read&id=64348

West Papua akan diberikan kesempatan untuk melamar diri menjadi peninjau dalam MSG.

Direktur Jenderal sekretariat MSG di Port Vila, Peter Forau, memberitahukan kepada Radio Vanuatu bahwa hal ini telah disetujui minggu lalu pada pertemuan para Menlu MSG.

Akan tetapi, Forau mengatakan status peninjau bagi West Papua dimaksud dibentuk sebagai bagian dari kelompok yang mewakili Indonesia.

Pada KTT MSG di Fiji pada Maret lalu, Indonesia diberikan status peninjau.

Salah satu anggota MSG ialah Kanaks dari Gerakan Kaledonia Baru (ed, Melanesia).

 

News Content © Radio New Zealand International

PO Box 123, Wellington, New Zealand

Posted via email from Papua Merdeka Podcast

Wednesday, 9 November 2011

Penolakan Komunikasi Konstruktif Menguat

Selasa, 08 November 2011 00:07

JAYAPURA—Setelah  pihak DAP dan PDP yang diwakili Herman Awom menolak usulan komunikasi konstruktif untuk menyelesaikan masalah Papua sebagaimana diusulkan Sesmenkopolhukam Letjen (Purn) Hotma Panjaitan,  kini  giliran Ketua Komisi A DPR Papua Ruben Magay  juga menyatakan menolak. 

Saat  dihubungi  diruang kerjanya, Komisi  A  DPR Papua, Senin (7/11), Ruben Magai  mengatakan, Komunikasi konstruktif   adalah suatu  pendampingan terhadap pengawasan  program yang dilakukan pemerintah pusat.  Apabila  pemerintah pusat  menawarkan komunikasi konstruktif  mestinya disertai  konsep yang jelas. “Pemerintah pusat jangan bicara doang. Tapi harus menyampaikan  konsep  komunikasi  konstruktif  kepada rakyat Papua,”katanya.   

Politisi Partai Demokrat Papua ini  menjelaskan, Dialog Jakarta—Papua telah mempunyai  konsep yang  jelas. Bahkan telah  mendapat  kesepakatan  dari seluruh elemen masyarakat  Papua,  bahkan  pihak Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)  telah  menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah pusat  bahwa  untuk menyelesaikan masalah Papua dibutuhkan Dialog Jakarta—Papua bukan  komunikasi konstruktif atau  Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat  (UP4B), Tim Pemantau Evaluasi  Otsus  Aceh dan Papua dan  lain lain. 

“Kami menolak segala tawaran pemerintah pusat apabila tak sepenuhnya melibatkan Rakyat  Papua,” tukasnya. “Beda dengan Otsus Aceh yang penyusunannya  murni pemikiran  rakyat  Aceh.” 

Dia menegaskan, apabila Otsus  diberikan sebagai solusi  tuntutan agar Papua merdeka dan berdaulat  terlepas dari NKRI, seyogyanyalah, implementasi  Otsus melibatkan rakyat  Papua.     

Kata dia,  Dialog Jakarta—Papua nantinya  membahas 4 agenda penting masing masing Pelurusan  Sejarah 1 Desember 1961, Kontrak Karya PT Freeport Indonesia 7 April 1967, Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 serta  UU Otsus 2001.  

Pembahasan  Pelurusan  Sejarah 1 Desember 1961, Pemerintah Hindia Belanda  telah menyepakati  syarat syarat  Papua Barat berdiri sebagai suatu negara berdaulat. 

“1 Desember  selalu diperingati sebagai Hari Kemerdekaan Bangsa Papua Barat,” tuturnya.  

Selanjutnya, Kontrak Karya pemerintah Indonesia  dan PT Freeport Indonesia  dilaksanakan pada 7 April 1967 sebelum Papua Barat  dianeksasi  kedalam NKRI, apalagi   kesepekatan tersebut tak melibatkan  rakyat Papua  sebagai pemilik  hal ulayat  lokasi tambang emas  PTFI di Distrik Tembagapura, Kabupaten  Mimika. Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 serta  UU Otsus 2001 yang dinilai  gagal sejahterakan rakyat  Papua  dan karena rakyat Papua telah mengembalikannya kepada  pemerintah pusat.  

Dia menandaskan, masalah-masalah lain yang dibutuhkan rakyat Papua seperti  pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat serta  infrastruktur adalah kewajiban pemerintah pusat  untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua.(mdc/don/l03)

Posted via email from West Papua Merdeka Posterous

Penolakan Komunikasi Konstruktif Menguat

Selasa, 08 November 2011 00:07

JAYAPURA—Setelah  pihak DAP dan PDP yang diwakili Herman Awom menolak usulan komunikasi konstruktif untuk menyelesaikan masalah Papua sebagaimana diusulkan Sesmenkopolhukam Letjen (Purn) Hotma Panjaitan,  kini  giliran Ketua Komisi A DPR Papua Ruben Magay  juga menyatakan menolak. 

Saat  dihubungi  diruang kerjanya, Komisi  A  DPR Papua, Senin (7/11), Ruben Magai  mengatakan, Komunikasi konstruktif   adalah suatu  pendampingan terhadap pengawasan  program yang dilakukan pemerintah pusat.  Apabila  pemerintah pusat  menawarkan komunikasi konstruktif  mestinya disertai  konsep yang jelas. “Pemerintah pusat jangan bicara doang. Tapi harus menyampaikan  konsep  komunikasi  konstruktif  kepada rakyat Papua,”katanya.   

Politisi Partai Demokrat Papua ini  menjelaskan, Dialog Jakarta—Papua telah mempunyai  konsep yang  jelas. Bahkan telah  mendapat  kesepakatan  dari seluruh elemen masyarakat  Papua,  bahkan  pihak Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)  telah  menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah pusat  bahwa  untuk menyelesaikan masalah Papua dibutuhkan Dialog Jakarta—Papua bukan  komunikasi konstruktif atau  Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat  (UP4B), Tim Pemantau Evaluasi  Otsus  Aceh dan Papua dan  lain lain. 

“Kami menolak segala tawaran pemerintah pusat apabila tak sepenuhnya melibatkan Rakyat  Papua,” tukasnya. “Beda dengan Otsus Aceh yang penyusunannya  murni pemikiran  rakyat  Aceh.” 

Dia menegaskan, apabila Otsus  diberikan sebagai solusi  tuntutan agar Papua merdeka dan berdaulat  terlepas dari NKRI, seyogyanyalah, implementasi  Otsus melibatkan rakyat  Papua.     

Kata dia,  Dialog Jakarta—Papua nantinya  membahas 4 agenda penting masing masing Pelurusan  Sejarah 1 Desember 1961, Kontrak Karya PT Freeport Indonesia 7 April 1967, Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 serta  UU Otsus 2001.  

Pembahasan  Pelurusan  Sejarah 1 Desember 1961, Pemerintah Hindia Belanda  telah menyepakati  syarat syarat  Papua Barat berdiri sebagai suatu negara berdaulat. 

“1 Desember  selalu diperingati sebagai Hari Kemerdekaan Bangsa Papua Barat,” tuturnya.  

Selanjutnya, Kontrak Karya pemerintah Indonesia  dan PT Freeport Indonesia  dilaksanakan pada 7 April 1967 sebelum Papua Barat  dianeksasi  kedalam NKRI, apalagi   kesepekatan tersebut tak melibatkan  rakyat Papua  sebagai pemilik  hal ulayat  lokasi tambang emas  PTFI di Distrik Tembagapura, Kabupaten  Mimika. Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 serta  UU Otsus 2001 yang dinilai  gagal sejahterakan rakyat  Papua  dan karena rakyat Papua telah mengembalikannya kepada  pemerintah pusat.  

Dia menandaskan, masalah-masalah lain yang dibutuhkan rakyat Papua seperti  pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat serta  infrastruktur adalah kewajiban pemerintah pusat  untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua.(mdc/don/l03)

Posted via email from Papua Merdeka Podcast

Akhirnya, 7 Anggota TNI Ditahan Terkait Tindakan Kekerasan Terhadap 12 Warga Sipil di Karulu

Selasa, 08 November 2011 00:09

JAYAPURA- Dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan anggota TNI-AD di Distrik Karulu, Kabupaten Jayawijaya, disikapi cepat oleh pimpinan TNI dalam hal pihak Korem 172/PWY.   Terkait dengan kasus tersebut,  tujuh anggota TNI dari Batalyon Infantri 755/Merauke Papua, diproseshukum, lantaran terindikasi melakukan penganiayaan terhadap warga sipil di Distrik Kurulu Kabupaten Jayawijaya Papua. Mereka saat ini sedang ditahan di Detasemen Polisi Militer Wamena.

Komandan Korem 172/PWY, Kolonel Ibnu Tri Widodo mengatakan, ketujuh prajurit itu diproses sesuai hukum yang berlaku, karena terbukti melakukan tindak kekerasan terhadap sejumlah warga Kurulu. “ Ketujuh prajurit tersebut menganiaya warga sipil dengan cara menyuruh warga merayap, lantas kemudian memukul, menendang bahkan merendam warga ke dalam air. Atas tindakan itu, mereka saat ini  sedang ditahan di Polisi Militer di Wamena,”ungkapnya.

Pasca tindakan kekerasan itu, lanjut Danrem, anggota yang bertugas di Kurulu langsung diganti. “Seluruh anggota pos Kurulu langsung kami ganti, dan disaksikan langsung warga masyarakat setempat. Sehingga warga tidak menuntut lagi,” paparnya.

Danrem mengatakan, pihaknya terus berupaya, anggotanya  tidak lagi bertindak arogan di kemudian hari. “Kedepan kami harus lebih baik dan tidak melakukan kekerasan lagi kepada warga masyarakat,”tandasnya.

Mengenai pangkat anggota yang melakukan kekerasan, Kata Danrem, antara sersan dan prajurit. Dan Posnya pangkat sersan, jadi para pelaku berpangkat sersan dan prajurit,” tandasnya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, ada 12 warga sipil di Distrik Kurulu Kabupaten Jayawijaya Papua dianiaya oknum TNI. Penganiayaan terjadi 2 November lalu,  berawal dari pertemuan 12 warga Kampung Umpagala yang sedang membicarakan kegiatan masyarakat adat. Namun TNI menduga 12 orang tersebut merupakan bagian dari kelompok OPM. 12 orang warga sipil itu digiring dari Kampung Abusa menuju Pos TNI Batalyon 756 Kurulu. Selama dalam perjalanan, anggota TNI menganiaya ke-12 orang itu dengan bayonet. Atas penganiayaan tersebut para korban berencana mengadukan para anggota TNI itu ke Pengadilan Negeri Wamena Papua.

Nama kedua belas warga Papua yang dianiaya,  1. Melianus Wantik Activist KNPB 2. Edo Doga. Activist KNPB 3. Mark Walilo Activist KNPB 4. Philip Wantik masyarakt 5. Wilem Kosy Masyarakat 6. Elius Dabi Masyarakat 7. Lamber Dabi Masyarakat 8. Othi Logo Masyarakat 9. Nilik Hiluka masyarakt 10. Law Logo 11. Mabel Martin Masyarakat 12. Saul Logo Masyarakat.(jir/don/l03)

Posted via email from West Papua Merdeka Posterous

My Headlines

Papua - Indonesia Headline Animator

 
free counters

Blog Papua - Indonesia Headline Animator

About Me

My photo
Jayapura, Papua, Indonesia
Papua, West Papua, Free West Papua

Followers