rss

Wednesday 9 November 2011

Amnesty Internasional Desak Kapolri Tindaklanjuti Temuan Komnas HAM di Papua

Selasa, 08 November 2011 21:59

JAYAPURA - Tim investigasi Komnas HAM menemukan berbagai dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan aparat keamanan pada pembubaran Kongres Rakyat Papua 19 Oktober lalu. Pelanggaran HAM itu berupa penyiksaan dan penghilangan paksa nyawa warga.  Amnesty Internasional mendesak Kapolri segera menyelidiki pelanggaran HAM tersebut.  ‘’ Pihak berwenang Indonesia harus melakukan investigasi independen, menyeluruh dan efektif atas temuan Komnas HAM. Jika investigasi menemukan bahwa pasukan keamanan melakukan pembunuhan di luar hukum atau penyiksaan dan  perlakuan buruk lainnya, maka mereka harus bertanggung jawab, termasuk yang memegang komando lapangan, harus dituntut dalam proses yang memenuhi standar internasional tentang keadilan, dan korban diberikan reparasi,’’ ujar Josef Roy Benedict anggota Amnesty Internasional untuk kampanye  Indonesia & Timor-Leste melalui pesan elektroniknya Selasa 8 November.  

Jika pelanggaran HAM itu tidak diusut secara tuntas, akan semakin menguatkan adanya operasi militer di Papua, dan ini akan menghilangkan kepercayaan dunia akan keberadaan aparat keamanan di Papua. ‘’Kegagalan untuk membawa pelaku pelanggaran ini ke pengadilan yang adil, akan memperkuat persepsi, bahwa pasukan keamanan di Papua beroperasi atas nama hukum, lalu bertindak sewenang-wenang dan melanggar HAM, ini akan menciptakan iklim  ketidakpercayaan terhadap pasukan keamanan di sana,’’ucapnya. 

Sesuai temuan Komnas HAM,  ada tiga orang yang ditemukan tewas mengalami luka tembak di tubuh mereka. Namun, tidak dapat mengkonfirmasi apakah mereka dibunuh oleh polisi atau militer, untuk itu, telah meminta penyidik   polisi forensik untuk memeriksa peluru.
Menurut versi Komnas HAM juga menemukan bahwa setidaknya 96 peserta ditembak, ditendang atau dipukul oleh petugas polisi.

Komnas HAM lebih lanjut melaporkan bahwa, pasukan keamanan telah menyerbu sebuah biara Katolik dan seminari.  Mereka ditembak di gedung dan memecahkan jendela ketika para biksu menolak untuk menyerahkan warga yang diduga Polisi sebagai separatis. ‘’Banyak orang Papua sekarang takut meninggalkan rumah mereka, karena adanya penyisiran dari aparat keamanan secara terus menerus. Komnas HAM  juga mengangkat kekhawatiran bahwa pasukan keamanan telah menyita ponsel, komputer laptop, printer, kamera, mobil, sepeda motor dan jutaan rupiah uang tunai, dan menyerukan untuk item ini harus dikembalikan kepada pemilik,’’ungkapnya.

Penyelidikan Komnas HAM menunjukkan bahwa, pasukan keamanan tampaknya telah melanggar hak untuk hidup dan kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya, baik yang non-derogable bawah Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR), di mana Indonesia adalah negara yang menanda tanganinya. ‘’Dengan menggunakan kekerasan yang tidak perlu dan berlebihan dan senjata api terhadap peserta, oleh pasukan keamanan Indonesia, juga melanggar Konvensi Menentang Penyiksaan dan Kekejaman Lain, Perlakuan atau Hukuman, di mana Indonesia juga telah meratifikasi. Selain itu, hak semua orang di Indonesia untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya dijamin dalam konstitusi Indonesia dan UU tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,’’jelasnya.

Tindakan aparat keamanan juga tampak bertentangan dengan Prinsip-Prinsip Dasar PBB tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Petugas Penegak Hukum yang menyediakan, antara lain, bahwa kekuatan harus digunakan hanya sebagai upaya terakhir, sebanding dengan ancaman yang ditimbulkan, dan harus dirancang untuk meminimalkan kerusakan atau cedera.

Rabu 19 Oktober 2011, Polisi dan unit militer melakukan tindak kekerasan terhadap peserta Kongres Papua Ketiga Rakyat, yang diadakan pertemuan damai di Abepura, Provinsi Papua. Mayat Demianus Daniel, Yakobus Samonsabara, dan Max Asa Yeuw itu ditemukan di dekat daerah Kongres. Diperkirakan 300 peserta sewenang-wenang ditangkap pada akhir Kongres. Lima orang dikenakan dijerat dengan pasal “pemberontakan” dan “penghasutan” di bawah Pasal 106, 110 dan 160 KUHP, sementara satu orang dijerat dengan pasal “kepemilikan senjata” berdasarkan UU Darurat No 12/1951.

Masih kata dia, Komnas HAM menyatakan, pernyataan pihak berwenang Indonesia bahwa Kongres adalah ilegal, sangat bertentangan dengan fakta. Bahwa, Menteri Indonesia Hukum, Politik dan Keamanan sebenarnya sudah memebrikan surat resmi menyetujui Kongres, bahkan mengarahkan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri, untuk menghadiri Kongres serta membacakan pidato pembukaan.

Komnas HAM juga membuat serangkaian rekomendasi termasuk meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mempercepat dialog dengan rakyat Papua dan untuk mengevaluasi penyebaran kehadiran keamanan yang besar di daerah tersebut.(jir/don/l03)

Posted via email from Papua Merdeka Podcast

0 comments:


Post a Comment

My Headlines

Papua - Indonesia Headline Animator

 
free counters

Blog Papua - Indonesia Headline Animator

About Me

My photo
Jayapura, Papua, Indonesia
Papua, West Papua, Free West Papua

Followers