rss

Powered By Blogger

Search This Blog

Monday 31 October 2011

Kunjungan Komisi VIII DPR-RI “Pantau” Otsus Papua

JUBI --- Kedatangan Komisi VIII DPR RI bersama rombongan melakukan pertemuan dengan pemerintah Provinsi Papua yang juga dihadiri oleh tokoh agama, adat, MRP dan DPRP, untuk melakukan pengawasan atau mengontrol serta memantau implementasi Otonomi Khusus (Otsus) Papua.

“Karena selain membuat undang-undang dan anggaran, DPR RI juga harus melakukan pengawasan sejauh mana penggunaan anggaran APBN itu digunakan di daerah,” ujar Ketua Tim Komisi VIII DPR RI Drs.Manuel Kaisiepo kepada wartawan usai melakukan pertemuan di Sasana Krida, Senin (31/10).

Dikatakan, kunjungan kerja komisi VIII ke Papua untuk meminta masukan-masukan dalam rangka pembahasan beberapa peraturan perundang-udangan, disisilain kunjungan DPR RI ke Papua yang membidangi Agama, Sosila, Budaya dan pemberdayaan perempuan.

Mengenai adanya dana untuk pembangunan daerah tertinggal di Papua, kata Manuel Kaisiepo, untuk daerah tertinggal posnya ada di kementerian sosial untuk daerah tertinggal. “Akan tetapi, di Papua satu daerah yang mendapat bantuan Rp.17 miliar, yang kita pertanyakan kenapa Papua hanya satu daerah yang mendapat bantuan tersebut,” ungkap Kaisiepo, yang pada tahun 2000-2001 menjabat Menteri Muda Urusan Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Kabinet Persatuan Nasional.

Dikatakan, untuk memberikan keberpihakan kesejahteraan secara sosial, ekonomi, harkat dan martabat rakyat Papua, tetapi setelah 10 tahun berjalan dengan kucuran anggaran yang besar belum membawa dampak yang signitifikan jika dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakat Papua. “Angka kemiskinan di Papua sangat tinggi sekali yang mencapai 34 persen, berarti ada yang salah. Namun bukan Undang-undangnya tetapi implementasi,”ulasnya.

Sebabnya, lebih lanjut diminta, agar kedepan harus ada perbaikan. Karena Undang-undang Otsus ini memberikan kewenangan yang besar dan anggaran besar.

“Seharusnya UU Otsus ini dapat memberikan atau mendorong peningkatan kesejahteraan, termasuk harkat dan martabat akan muncul dengan sendirinya ketika orang mempuntai pendidikan yang baik dan ekonominya baik,” tandasnya.

Dirinya menilai , sebab dengan dana Rp.17 miliar sementara wilayah Papua sangat luas dan letak geografisnya yang sangat sulit, sehingga untuk membuat jalan dengan dana sebesar itu tidak cukup. “Sehingga itu merupakan kewajiban kami, karena kami yang menentukan anggarannya dengan adanya aspirasi dari Papua yang mempertanyakan dana untuk daerah tertinggal,” tuturnya.

“Kami juga harus memantau anggaran realisasi penggunaan anggaran yang ada dalam bidang kami untuk dikontrol, walaupun DPR  yang mempunyai tugas dan fungsi membuat undang-undang, menetapkan anggaran,” jelasnya.

Diakui, dana yang kita setujui datang kita control apa sudah dilakukan termasuk di Papua. Pada kesempatan tersebut, Manuel Kaisiepo sebagai putera asli Papua menilai terjadinya gejolak dan konflik yang terjadi di Papua merupakan ekspresi ketidak puasan dan kekecewaan masyarakat akibat tidak berjalannya UU Otsus secara konsekuen. “Pada hal ketika Undang-undang Otsus dirancang kita berharap harapan sangat besar dan ketika UU otsus itu jadi isinya sangat baik, yang diharapkan mengakhiri konflik-konflik yang terjadi di masa lampau,” sambungnya.

Sementara itu, Sekertaris Daerah Provinsi Papua, Constant Karma menyambut baik kedatangan para anggota Komisi VIII DPR-RI dalam rangka melakukan pengawasan implemntasi Otsus Papua. Acara tersebut diakhiri dengan pemberian cindera mata dari Tim Komisi kepada Pemda Papua. (JUBI/Eveerth Joumilena)

Posted via email from Papua Posts

Lagi, Penembak Misterius Beraksi di Timika

Senin, 31 Oktober 2011 01:13

JAYAPURA - Lagi,  aksi penembakan oleh kelompok tak dikenal terjadi di areal jalan tambang PT Freeport Indonesia, Sabtu 29 Oktober sekitar 08.30 WIT, Tepatnya di Mile 36. Meski sempat terjadi adu tembak, tapi tidak ada korban dalam kejadian itu.

Juru Bicara Polda Papua, Kombes Wachyono mengatakan, pelaku menembak mobil patroli anggota TNI. ‘’Pada saat patroli TNI dari cek point 40 melakukan patroli ke mile 36, mereka Mendengar bunyi tembakan dari dalam hutan, setelah mendengar bunyi tembakan patroli TNI melakukan tembakan balasan ke dalam hutan sambil mengejar pelaku penembakan, ke arah bunyi tembakan,’’ ujarnya. Brimob yang berada di mile 40 juga menyusul ke mile 36 dan berusaha melakukan pengejaran. ‘’Hasilnya nihil, pelaku berhasil menghilang di dalam hutan,’’paparnya.

Namun, yang pasti, tidak ada korban dalam kejadian itu, baik dari TNI maupun Brimob.

Sementara itu, Bupati Kabupaten Puncak Jaya Lukas Enembe mendapat surat dari kelompok yang mengaku TPN/OPM dan mengklaim sebagai yang bertanggung jawab atas penembakan terhadap Kapolsek Mulia, Dominggus Otto Awes, sama seperti surat yang diterima Kapolres Puncak Jaya AKBP Alex Korwa.

‘’Saya terima surat itu dari seseorang yang mengakui sebagai wakil komandan operasi OPM bernama Rambo Wonda,’’kata Lukas Enembe, ketika dihubungi via selulernya, Sabtu 29 Oktober.

Isi surat itu kata Enembe ‘’Kami sampaikan kepada Bapak Bupati Puncak Jaya, bahwa yang bertanggung jawab  atas perampasan senjata dan penembakan Kapolsek di 8andara Mulia adalah Kodam X dibawah komandan Purom alias Okinak Wonda. Kalau bapak-bapak TNI dan Polisi mau cari kami, silahkan datang ke Kampung Pilia, kami siap menunggu. Jangan  melakukan operasi di Ligitime sampai Girimuli, kalau mau operasi silahkan kirimkan orang non Papua.’’

Enembe mengakui, kelompok ini diluar komando Goliat Tabuni yang memiliki markas di Yambi dan Tingginambut. ‘’Pusat militer mereka di Pilis daerah Kuyawage di Kabupaten Intan Jaya, memang dulunya mereka dibawah komando kelompok Marunggen, yang sekarang ternyata sudah memiliki komandan baru dan mengatasnamakan Kodam X serta senjata api yang lumayan banyak,’’terangnya.

Menurutnya, Kelompok ini adalah sayap militer OPM, dimana, ada 30 sayap militer mereka, dan dipusatkan di Tingginambut. Lanjut Enembe, saat surat itu disampaian, dirinya sempat memberikan bendera merah putih untuk mereka bawa pulang, tapi ditolak. Mengenai situasi terkahir Puncak Jaya, Enembe menyatakan berangsur pulih, namun/malam hari, Patroli aparat keamanan lebih diintensifkan. (jir/don/l03)

Posted via email from Papua Posts

Thursday 27 October 2011

JFK, Indonesia, CIA dan Freeport

by Ismail Asso on Friday, 28 October 2011 at 01:18

 

FROM:Satrio Arismunandar   

Salam kebangsaan yg terhina, 

Akhir tahun 1996, sebuah tulisan bagus oleh Lisa Pease yang dimuat dalam majalah Probe. Tulisan ini juga disimpan dalam National Archive di Washington DC. Judul tulisan tersebut adalah “JFK, Indonesia, CIA and Freeport.” 

Walau dominasi Freeport atas gunung emas di Papua dimulai sejak tahun 1967, namun kiprahnya di negeri ini sudah dimulai beberapa tahun sebelumnya. Dalam tulisannya, Lisa Pease mendapatkan temuan jika Freeport Sulphur, demikian nama perusahaan itu awalnya, nyaris bangkrut berkeping-keping ketika terjadi pergantian kekuasaan di Kuba tahun 1959.  

Saat itu Fidel Castro berhasil menghancurkan rezim diktator Batista. Oleh Castro, seluruh perusahaan asing di negeri itu dinasionalisasikan. Freeport Sulphur yang baru saja hendak melakukan pengapalan nikel produksi perdananya terkena imbasnya. Ketegangan terjadi. Menurut Lisa Pease, berkali-kali CEO Freeport Sulphur merencanakan upaya pembunuhan terhadap Castro, namun berkali-kali pula menemui kegagalan.

 Ditengah situasi yang penuh ketidakpastian, pada Agustus 1959, Forbes Wilson yang menjabat sebagai Direktur Freeport Sulphur melakukan pertemuan dengan Direktur pelaksana East Borneo Company, Jan van Gruisen. Dalam pertemuan itu Gruisen bercerita jika dirinya menemukan sebuah laporan penelitian atas Gunung Ersberg (Gunung Tembaga) di Irian Barat yang ditulis Jean Jaques Dozy di tahun 1936. Uniknya, laporan itu sebenarnya sudah dianggap tidak berguna dan tersimpan selama bertahun-tahun begitu saja di perpustakaan Belanda. Van Gruisen tertarik dengan laporan penelitian yang sudah berdebu itu dan membacanya. 

Dengan berapi-api, Van Gruisen bercerita kepada pemimpin Freeport Sulphur itu jika selain memaparkan tentang keindahan alamnya, Jean Jaques Dozy juga menulis tentang kekayaan alamnya yang begitu melimpah. Tidak seperti wilayah lainnya diseluruh dunia, maka kandungan biji tembaga yang ada disekujur tubuh Gunung Ersberg itu terhampar di atas permukaan tanah, jadi tidak tersembunyi di dalam tanah. Mendengar hal itu, Wilson sangat antusias dan segera melakukan perjalanan ke Irian Barat untuk mengecek kebenaran cerita itu. Di dalam benaknya, jika kisah laporan ini benar, maka perusahaannya akan bisa bangkit

kembali dan selamat dari kebangkrutan yang sudah di depan mata. 

Selama beberapa bulan, Forbes Wilson melakukan survey dengan seksama atas Gunung Ersberg dan juga wilayah sekitarnya. Penelitiannya ini kelak ditulisnya dalam sebuah buku berjudul The Conquest of Cooper Mountain. Wilson menyebut gunung tersebut sebagai harta karun terbesar yang untuk memperolehnya tidak perlu menyelam lagi karena semua harta karun itu telah terhampar di permukaan tanah. Dari udara, tanah disekujur gunung tersebut berkilauan ditimpa sinar matahari.

 

Wilson juga mendapatkan temuan yang nyaris membuatnya gila. Karena selain dipenuhi bijih tembaga, gunung tersebut ternyata juga dipenuhi bijih emas dan perak!! Menurut Wilson, seharusnya gunung tersebut diberi nama GOLD MOUNTAIN, bukan Gunung Tembaga. Sebagai seorang pakar pertambangan, Wilson memperkirakan jika Freeport akan untung besar dalam waktu tiga tahun sudah kembali moda Pimpinan Freeport Sulphur ini pun bergerak dengan cepat. Pada 1 Februari 1960, Freeport Sulphur meneken kerjasama dengan East Borneo Company untuk mengeksplorasi gunung tersebut.

 

Namun lagi-lagi Freeport Sulphur mengalami kenyataan yang hampir sama dengan yang pernah dialaminya di Kuba. Perubahan eskalasi politik atas tanah Irian Barat tengah mengancam. Hubungan Indonesia dan Belanda telah memanas dan Soekarno malah mulai menerjunkan pasukannya di Irian Barat. 

Tadinya Wilson ingin meminta bantuan kepada Presiden AS John Fitzgerald Kennedy agar mendinginkan Irian Barat. Namun ironisnya, JFK malah spertinya mendukung Soekarno. Kennedy mengancam Belanda, akan menghentikan bantuan Marshall Plan jika ngotot mempertahankan Irian Barat. Belanda yang saat itu memerlukan bantuan dana segar untuk membangun kembali negerinya dari puing-puing kehancuran akibat Perang Dunia II terpaksa mengalah dan mundur dari Irian Barat. 

Ketika itu sepertinya Belanda tidak tahu jika Gunung Ersberg sesungguhnya mengandung banyak emas, bukan tembaga. Sebab jika saja Belanda mengetahui fakta sesungguhnya, maka nilai bantuan Marshall Plan yang diterimanya dari AS tidak ada apa-apanya dibanding nilai emas yang ada di gunung tersebut. 

Dampak dari sikap Belanda untuk mundur dari Irian Barat menyebabkan perjanjian kerjasama dengan East Borneo Company mentah kembali. Para pemimpin Freeport jelas marah besar. Apalagi mendengar Kennedy akan menyiapkan paket bantuan ekonomi kepada Indonesia sebesar 11 juta AS dengan melibatkan IMF dan Bank Dunia. Semua ini jelas harus dihentikan! 

Segalanya berubah seratus delapan puluh derajat ketika Presiden Kennedy tewas ditembak pada 22 November 1963. Banyak kalangan menyatakan penembakan Kennedy merupakan sebuah konspirasi besar menyangkut kepentingan kaum Globalis yang hendak mempertahankan hegemoninya atas kebijakan politik di Amerika.

 Presiden Johnson yang menggantikan Kennedy mengambil sikap yang bertolak belakang dengan pendahulunya. Johnson malah mengurangi bantuan ekonomi kepada Indonesia, kecuali kepada militernya. Salah seorang tokoh di belakang keberhasilan Johnson, termasuk dalam kampanye pemilihan presiden AS tahun 1964, adalah Augustus C.Long, salah seorang anggota dewan direksi Freeport.

 Tokoh yang satu ini memang punya kepentingan besar atas Indonesia. Selain kaitannya dengan Freeport, Long juga memimpin Texaco, yang membawahi Caltex (patungan dengan Standard Oil of California). Soekarno pada tahun 1961 memutuskan kebijakan baru kontrak perminyakan yang mengharuskan 60persen labanya diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Caltex sebagai salah satu dari tiga operator perminyakan di Indonesia jelas sangat terpukul oleh kebijakan Soekarno ini. 

Augustus C.Long amat marah terhadap Soekarno dan amat berkepentingan agar orang ini disingkirkan secepatnya. Mungkin suatu kebetulan yang ajaib. Augustus C.Long juga aktif di Presbysterian Hospital di NY dimana dia pernah dua kali menjadi presidennya (1961-1962). Sudah bukan rahasia umum lagi jika tempat ini merupakan salah satu simpul pertemuan tokoh CIA. 

Lisa Pease dengan cermat menelusuri riwayat kehidupan tokoh ini. Antara tahun 1964 sampai 1970, Long pensiun sementara sebagai pemimpin Texaco. Apa saja yang dilakukan orang ini dalam masa itu yang di Indonesia dikenal sebagai masa yang paling krusial. 

Pease mendapatkan data jika pada Maret 1965, Augustus C.Long terpilih sebagai Direktur Chemical Bank, salah satu perusahaan Rockefeller. Augustus 1965, Long diangkat menjadi anggota dewan penasehat intelejen kepresidenan AS untuk masalah luar negeri. Badan ini memiliki pengaruh sangat besar untuk menentukan operasi rahasia AS di Negara-negara tertentu. Long diyakini salah satu tokoh yang merancang kudeta terhadap Soekarno, yang dilakukan AS dengan menggerakkan sejumlah perwira Angkatan Darat yang disebutnya sebagai Our Local Army Friend.

 

Salah satu bukti sebuah telegram rahasia Cinpac 342, 21 Januari 1965, pukul 21.48, yang menyatakan jika kelompok Jendral Suharto akan mendesak angkatan darat agar mengambil-alih kekuasaan tanpa menunggu Soekarno berhalangan. Mantan pejabat CIA Ralph Mc Gehee juga pernah bersaksi jika hal itu benar adanya.

 

Awal November 1965, satu bulan setelah tragedi terbunuhnya sejumlah perwira loyalis Soekarno, Forbes Wilson mendapat telpon dari Ketua Dewan Direktur Freeport, Langbourne Williams, yang menanyakan apakah Freeport sudah siap mengekplorasi gunung emas di Irian Barat. Wilson jelas kaget. Ketika itu Soekarno masih sah sebagai presiden Indonesia bahkan hingga 1967, lalu darimana Williams yakin gunung emas di Irian Barat akan jatuh ke tangan Freeport? 

Lisa Pease mendapatkan jawabannya. Para petinggi Freeport ternyata sudah mempunyai kontak dengan tokoh penting di dalam lingkaran elit Indonesia. Mereka adalah Menteri Pertambangan dan Perminyakan Ibnu Soetowo dan Julius Tahija. Orang yang terakhir ini berperan sebagai penghubung antara Ibnu Soetowo dengan Freeport. Ibnu Soetowo sendiri sangat berpengaruh di dalam angkatan darat karena dialah yang menutup seluruh anggaran operasional mereka. 

Sebab itulah, ketika UU no 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang draftnya dirancang di Jenewa-Swiss yang didektekan Rockefeller, disahkan tahun 1967, maka perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Suharto adalah Freeport!. Inilah kali pertama kontrak pertambangan yang baru dibuat. Jika di zaman Soekarno kontrak-kontrak dengan perusahaan asing selalu menguntungkan Indonesia, maka sejak Suharto berkuasa, kontrak-kontrak seperti itu malah merugikan Indonesia.

 

Untuk membangun konstruksi pertambangan emasnya itu, Freeport mengandeng Bechtel, perusahaan AS yang banyak mempekerjakan pentolan CIA. Direktur CIA John McCone memiliki saham di Bechtel, sedangkan mantan Direktur CIA Richards Helms bekerja sebagai konsultan internasional di tahun 1978. 

Tahun 1980, Freeport menggandeng McMoran milik “Jim Bob” Moffet dan menjadi perusahaan raksasa dunia dengan laba lebih dari 1,5 miliar dollar AS pertahun.  

Tahun 1996, seorang eksekutif Freeport-McMoran, George A.Maley, menulis sebuah buku berjudul “Grasberg” setelab 384 halaman dan memaparkan jika tambang emas di Irian Barat itu memiliki deposit terbesar di dunia, sedangkan untuk bijih tembaganya menempati urutan ketiga terbesar didunia. 

Maley menulis, data tahun 1995 menunjukkan jika di areal ini tersimpan cadangan bijih tembaga sebesar 40,3 miliar dollar AS dan masih akan menguntungkan 45 tahun ke depan. Ironisnya, Maley dengan bangga juga menulis jika biaya produksi tambang emas dan tembaga terbesar di dunia yang ada di Irian Barat itu merupakan yang termurah di dunia!! 

Istilah Kota Tembagapura itu sebenarnya menyesatkan dan salah. Seharusnya EMASPURA. Karena gunung tersebut memang gunung emas, walau juga mengandung tembaga. Karena kandungan emas dan tembaga terserak di permukaan tanah, maka Freeport tinggal memungutinya dan kemudian baru menggalinya dengan sangat mudah. Freeport sama sekali tidak mau kehilangan emasnya itu dan membangun pipa-pipa raksasa dan kuat dari Grasberg-Tembagapura sepanjang 100 kilometer langsung menuju ke Laut Arafuru dimana telah menunggu kapal-kapal besar yang akan mengangkut emas dan tembaga itu ke Amerika. Ini sungguh-sungguh perampokan besar yang direstui oleh pemerintah Indonesia sampai sekarang!!! 

Kesaksian seorang reporter CNN yang diizinkan meliput areal tambang emas Freeport dari udara. Dengan helikopter ia meliput gunung emas tersebut yang ditahun 1990-an sudah berubah menjadi lembah yang dalam. Semua emas, perak, dan tembaga yang ada digunung tersebut telah dibawa kabur ke Amerika, meninggalkan limbah beracun yang mencemari sungai-sungai dan tanah-tanah orang Papua yang sampai detik ini masih saja hidup bagai di zaman batu. 

Freeport merupakan ladang uang haram bagi para pejabat negeri ini, yang dari sipil maupun militer. Sejak 1967 sampai sekarang, tambang emas terbesar di dunia itu menjadi tambang pribadi mereka untuk memperkaya diri sendiri dan keluarganya. Freeport McMoran sendiri telah menganggarkan dana untuk itu yang walau jumlahnya sangat besar bagi kita, namun bagi mereka terbilang kecil karena jumlah laba dari tambang itu memang sangat dahsyat. Jika Indonesia mau mandiri, sektor inilah yang harus dibereskan terlebih dahulu.

 

Sumber : Blog Media Kata

Posted via email from Papua Posts

AS Akui Isu Papua Sangat Sensitif

Jakarta - Situasi di Papua yang memanas belakangan ini mendapat perhatian dari pemerintah Amerika Serikat (AS). AS pun mengakui permasalahan Papua merupakan isu yang sangat sensitif.

Hal itu disampaikan Asisten Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Bidang Asia Timur dan Pasifik, Kurt M. Campbell dalam pertemuan dengan para wartawan di Jakarta hari ini.

"Kami menyadari ini merupakan isu yang sangat sensitif. AS menaruh perhatian dan tetap memandang Indonesia sebagai mitra penting, namun kami juga berharap untuk bisa melihat isu Papua ditangani secara efektif," ujar Campbell di kediaman Dubes AS di Jakarta, Selasa (25/10/2011).

Dalam pertemuan itu, Campbell juga mengatakan, pemerintah AS mengakui adanya pertikaian soal buruh di perusahaan Freeport. Karenanya AS menyerukan adanya dialog yang lebih erat antara pihak Freeport, pemerintah Indonesia serta masyarakat Papua.
Dikatakan Campbell, pemerintah AS juga mendukung adanya penyelidikan atas insiden-insiden di Papua.

"Kami percaya bahwa setiap kali ada tuduhan atau insiden, harus diadakan penyelidikan secara menyeluruh dan bisa memenuhi rasa keadilan," tutur Campbell.

Campbell juga menekankan bahwa pemerintah AS tetap mendukung otonomi khusus di Papua dan otonomi itu harus terus dipertahankan.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan AS Leon Panetta dalam kunjungannya ke Jakarta, juga menegaskan bahwa pemerintah AS mendukung penuh cara-cara pemerintah Indonesia menangani isu Papua.
(ita/vit) 

Posted via email from Papua Posts

AS Akui Isu Papua Sangat Sensitif

Jakarta - Situasi di Papua yang memanas belakangan ini mendapat perhatian dari pemerintah Amerika Serikat (AS). AS pun mengakui permasalahan Papua merupakan isu yang sangat sensitif.

Hal itu disampaikan Asisten Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Bidang Asia Timur dan Pasifik, Kurt M. Campbell dalam pertemuan dengan para wartawan di Jakarta hari ini.

"Kami menyadari ini merupakan isu yang sangat sensitif. AS menaruh perhatian dan tetap memandang Indonesia sebagai mitra penting, namun kami juga berharap untuk bisa melihat isu Papua ditangani secara efektif," ujar Campbell di kediaman Dubes AS di Jakarta, Selasa (25/10/2011).

Dalam pertemuan itu, Campbell juga mengatakan, pemerintah AS mengakui adanya pertikaian soal buruh di perusahaan Freeport. Karenanya AS menyerukan adanya dialog yang lebih erat antara pihak Freeport, pemerintah Indonesia serta masyarakat Papua.
Dikatakan Campbell, pemerintah AS juga mendukung adanya penyelidikan atas insiden-insiden di Papua.

"Kami percaya bahwa setiap kali ada tuduhan atau insiden, harus diadakan penyelidikan secara menyeluruh dan bisa memenuhi rasa keadilan," tutur Campbell.

Campbell juga menekankan bahwa pemerintah AS tetap mendukung otonomi khusus di Papua dan otonomi itu harus terus dipertahankan.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan AS Leon Panetta dalam kunjungannya ke Jakarta, juga menegaskan bahwa pemerintah AS mendukung penuh cara-cara pemerintah Indonesia menangani isu Papua.
(ita/vit) 

Posted via email from Papua Merdeka Podcast

AS Akui Isu Papua Sangat Sensitif

Jakarta - Situasi di Papua yang memanas belakangan ini mendapat perhatian dari pemerintah Amerika Serikat (AS). AS pun mengakui permasalahan Papua merupakan isu yang sangat sensitif.
Hal itu disampaikan Asisten Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Bidang Asia Timur dan Pasifik, Kurt M. Campbell dalam pertemuan dengan para wartawan di Jakarta hari ini.
"Kami menyadari ini merupakan isu yang sangat sensitif. AS menaruh perhatian dan tetap memandang Indonesia sebagai mitra penting, namun kami juga berharap untuk bisa melihat isu Papua ditangani secara efektif," ujar Campbell di kediaman Dubes AS di Jakarta, Selasa (25/10/2011).
Dalam pertemuan itu, Campbell juga mengatakan, pemerintah AS mengakui adanya pertikaian soal buruh di perusahaan Freeport. Karenanya AS menyerukan adanya dialog yang lebih erat antara pihak Freeport, pemerintah Indonesia serta masyarakat Papua.
Dikatakan Campbell, pemerintah AS juga mendukung adanya penyelidikan atas insiden-insiden di Papua.
"Kami percaya bahwa setiap kali ada tuduhan atau insiden, harus diadakan penyelidikan secara menyeluruh dan bisa memenuhi rasa keadilan," tutur Campbell.
Campbell juga menekankan bahwa pemerintah AS tetap mendukung otonomi khusus di Papua dan otonomi itu harus terus dipertahankan.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan AS Leon Panetta dalam kunjungannya ke Jakarta, juga menegaskan bahwa pemerintah AS mendukung penuh cara-cara pemerintah Indonesia menangani isu Papua.
(ita/vit) 

Posted via email from Papua Posts

AS Akui Isu Papua Sangat Sensitif

Jakarta - Situasi di Papua yang memanas belakangan ini mendapat perhatian dari pemerintah Amerika Serikat (AS). AS pun mengakui permasalahan Papua merupakan isu yang sangat sensitif.
Hal itu disampaikan Asisten Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Bidang Asia Timur dan Pasifik, Kurt M. Campbell dalam pertemuan dengan para wartawan di Jakarta hari ini.
"Kami menyadari ini merupakan isu yang sangat sensitif. AS menaruh perhatian dan tetap memandang Indonesia sebagai mitra penting, namun kami juga berharap untuk bisa melihat isu Papua ditangani secara efektif," ujar Campbell di kediaman Dubes AS di Jakarta, Selasa (25/10/2011).
Dalam pertemuan itu, Campbell juga mengatakan, pemerintah AS mengakui adanya pertikaian soal buruh di perusahaan Freeport. Karenanya AS menyerukan adanya dialog yang lebih erat antara pihak Freeport, pemerintah Indonesia serta masyarakat Papua.
Dikatakan Campbell, pemerintah AS juga mendukung adanya penyelidikan atas insiden-insiden di Papua.
"Kami percaya bahwa setiap kali ada tuduhan atau insiden, harus diadakan penyelidikan secara menyeluruh dan bisa memenuhi rasa keadilan," tutur Campbell.
Campbell juga menekankan bahwa pemerintah AS tetap mendukung otonomi khusus di Papua dan otonomi itu harus terus dipertahankan.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan AS Leon Panetta dalam kunjungannya ke Jakarta, juga menegaskan bahwa pemerintah AS mendukung penuh cara-cara pemerintah Indonesia menangani isu Papua.
(ita/vit) 

Posted via email from Papua Merdeka Podcast

Wednesday 26 October 2011

DPR Desak Pemerintah Selesaikan Konflik Papua

Jakarta - DPR mendesak pemerintah segera menuntaskan konflik di papua. Adanya pergerakan di Papua yang kian membahayakan perlu segera diatasi pemerintah.

"Saya melihat dalam persoalan Papua orang tidak berdiri sendiri. Pasti ada yang mendorong baik dari dalam maupun dari luar. Ini pendekatan humanistik dan dialog. Persoalan ini sudah lama dan harusnya sudah diselesaikan pemerintah," kata Wakil Ketua DPR Pramono Anung di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (26/10/2011).

Menurut Pramono, penyelesaikan masalah Papua selama ini tidak kontinyu. Ada eskalasi peningkatan di Papua di daerah pergerakan namun tidak diperhatikan.

"Karena itu pendekatan humanistik harus dilakukan tapi tidak menghilangkan ketegasan. Kalau sudah makar maka langkah tegas perlu dilakukan pemerintah. Kalau dialog bukan dengan OPM tapi dengan Majelis Rakyat Papua dan tokoh papua," tutur Pramono.

Ia memandang akar permasalahan Papua adalah kesejahteraan dan pembagian yang tidak merata. Apalagi, Pram menambahkan, di negeri kaya tambang itu dana Otsus yang besar dalam mekanismenya berhenti dan tidak sampai pada rakyat Papua.

"Akar persoalan Papua ini karena mereka sadar tanah yang kaya tapi ketika banyak investor yang masuk tapi tetap seperti itu. Saya melihat tidak adil ketika ada perusahaan mendunia tapi untuk rakyat Papua tidak kesejahteraan," kata dia.

Namun jika ada indikasi makar, Pramono mendesak pemerintah mengambil sikap tegas. "Penambahan pasukan dan sebagainya. Kalau memang mereka makar ya silakan ditindak tegas," ujarnya.

(van/aan) 

Posted via email from Papua Posts

Papua Memanas Lagi, Mobil PT Freeport Diberondong Tembakan

Detik.com, Jakarta - Suhu di Papua, masih memanas. Sebuah mobil patroli milik PT Freeport dengan nopol RP 15 ditembak pria tidak dikenal. Untungnya tidak ada korban jiwa dalam insiden itu.

"Bahwa pada hari Rabu, tanggal 26 Oktober 2011 sekitar pukul 00.15 WIT, di Mile 35, Jl Tembagapura, telah terjadi penembakan terhadap mobil patroli RP 15, milik PT Freeport Indonesia, yang dilakukan oleh orang tak dikenal (OTK)," ujar Kabid Humas Polda Papua Kombes (Pol) Wachyono dalam pesan singkat kepada detikcom, Rabu (26/10/2011).

Menurut Wachyono, di dalam mobil patroli itu terdiri dari 3 anggota Brimob yakni Bripka Bambang, Leo, dan Hartawan serta 2 satpam Freeport yakni P Pangamenan (yang menyupir) dan Benyamin Sampe. Kerugiaan materil hanya mobil yang tertembak.

Saat ini, lanjut Wachyono, pihaknya sedang melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) atas insiden itu.

Sebelumnya keadaan di Papua memanas tatkala Kapolsek Mulia AKP Dominggus Awes tiba-tiba didatangi dua orang pria tak dikenal saat bertugas di Bandara Mulia. Kedua orang yang tak mengenakan alas kaki itu kemudian merampas senjata revolver milik Dominggus.

Dominggus kemudian ditembak sebanyak dua kali di bagian hidung dan dada. Kedua pelaku kemudian melarikan diri. Dominggus sempat dibawa ke RSUD Mulia. Namun nyawanya sudah tak tertolong lagi. 

Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo menyebut pelaku merupakan kelompok pengacau keamanan. Atas kejadian ini, Mabes Polri menaikkan pangkat Dominggus dari AKP menjadi Kompol.

(nik/ndr) 

Posted via email from Papua Posts

Papua Memanas Lagi, Mobil PT Freeport Diberondong Tembakan

Detik.com, Jakarta - Suhu di Papua, masih memanas. Sebuah mobil patroli milik PT Freeport dengan nopol RP 15 ditembak pria tidak dikenal. Untungnya tidak ada korban jiwa dalam insiden itu.

"Bahwa pada hari Rabu, tanggal 26 Oktober 2011 sekitar pukul 00.15 WIT, di Mile 35, Jl Tembagapura, telah terjadi penembakan terhadap mobil patroli RP 15, milik PT Freeport Indonesia, yang dilakukan oleh orang tak dikenal (OTK)," ujar Kabid Humas Polda Papua Kombes (Pol) Wachyono dalam pesan singkat kepada detikcom, Rabu (26/10/2011).

Menurut Wachyono, di dalam mobil patroli itu terdiri dari 3 anggota Brimob yakni Bripka Bambang, Leo, dan Hartawan serta 2 satpam Freeport yakni P Pangamenan (yang menyupir) dan Benyamin Sampe. Kerugiaan materil hanya mobil yang tertembak.

Saat ini, lanjut Wachyono, pihaknya sedang melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) atas insiden itu.

Sebelumnya keadaan di Papua memanas tatkala Kapolsek Mulia AKP Dominggus Awes tiba-tiba didatangi dua orang pria tak dikenal saat bertugas di Bandara Mulia. Kedua orang yang tak mengenakan alas kaki itu kemudian merampas senjata revolver milik Dominggus.

Dominggus kemudian ditembak sebanyak dua kali di bagian hidung dan dada. Kedua pelaku kemudian melarikan diri. Dominggus sempat dibawa ke RSUD Mulia. Namun nyawanya sudah tak tertolong lagi. 

Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo menyebut pelaku merupakan kelompok pengacau keamanan. Atas kejadian ini, Mabes Polri menaikkan pangkat Dominggus dari AKP menjadi Kompol.

(nik/ndr) 

Posted via email from Papua Posts

Presiden Dituntut Tegas Selesaikan Persoalan di Papua

Detik.com, Jakarta - Dalam sebulan terakhir peristiwa berdarah terus terjadi di tanah Papua. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dituntut untuk tegas dalam menyelesaikan persoalan tersebut.

"Kami, warga negara Republik Indonesia meminta dengan tegas kepada Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelesaikan persoalan di Papua dengan membangun dialog sejati yang damai yang menghormati martabat dan hak budaya rakyat Papua," tulis rilis yang dikirim oleh sejumlah LSM yang diterima detikcom, Selasa (25/10/2011).

Saat ini, Papua dinilai telah menjadi ladang subur kekerasan, ketika negara lebih memilih untuk menghadirkan aparat keamanan dalam skala masif, ketimbang meningkatkan derajat warga Papua setara dengan warga negara Indonesia lainnya. Tindakan kekerasan adalah wajah keseharian yang luput dari koreksi kehidupan pembangunan bernegara. 

Dalam sebulan terakhir, kekerasan semakin meningkat. Diawali dengan aksi demonstrasi buruh PT Freeport menuntut peningkatan kesejahteraan yang dijawab dengan pengerahan pasukan keamanan berlebihan. Dua orang buruh yang tewas dalam aksi demonstrasi serta seorang intel polisi kritis telah menunjukkan fakta aktual yang tidak bisa kita abaikan. 

"Hal ini diperburuk pula dengan penerapan logika keamanan berlebihan yang terlihat pada kasus penyerangan Kongres Rakyat Papua III. Dalam penyerangan tersebut ratusan orang ditangkap, 3 tewas dan 6 orang lainnya dituduh telah melakukan kegiatan subversif," ujar koalisi LSM itu. 

Terkait penembakan di mil 38-39 Timika yang menyebabkan 3 orang meninggal dunia dan 1 orang kritis, koalisi LSM juga menyayangkan hal ini. Bahkan Kapolsek Mulia, Puncak Jaya juga meninggal akibat ditembak oleh pelaku yang belum diketahui.

"Apa yang terjadi di Papua adalah buah dari kegagalan pemerintah Republik Indonesia untuk menghadirkan rasa keadilan, kesetaraan, jaminan hak sipil-politik serta hak ekonomi, sosial dan budaya yang selama ini tidak pernah dinikmati oleh seluruh rakyat Papua. Tindakan pemerintah ini dikhawatirkan akan mendorong kekecewaan yang meluas di kalangan rakyat Papua." tulis rilis tersebut.

Untuk mencegah kembali terjadinya insiden berdarah itu, Presiden SBY selaku pucuk pimpinan kepala negara diminta memerintahkan Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono untuk menarik seluruh personel TNI non organik dari Tanah Papua. Gelar kekuatan berlebihan ini telah melanggar UU TNI dan tidak searah dengan kebijakan pemerintah yang menekankan pendekatan ekonomi sosial budaya untuk masyarakat Papua.

"Kami juga meminta Presiden memerintahkan kepada Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo agar segera melindungi dan menciptakan rasa aman di tengah rakyat Papua. Presiden harus memerintahkan Kapolri untuk mengevaluasi MoU antara Polda Papua dan PT Freeport terkait dengan pengamanan yang telah menempatkan personil TNI/Polri sebagai satgas Objek Vital," imbuhnya.

Gabungan LSM tersebut diantaranya Setara Institut, WALHI, YLBHI, IMPARSIAL, ELSAM, LBH JAKARTA, KOMISI HAK KWI, PGI, HRWG, Solidaritas Perjuangan Untuk Buruh Freeport dan lain-lain.

(mpr/her) 

Posted via email from Papua Posts

Freeport Umumkan Kondisi Force Majeure

Jakarta - Perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS), Freeport-McMoran mengumumkan kondisi force majeure untuk pengapalan produk pertambangan dari tambang emas dan tembaga di Indonesia. 

Juru bicara Freeport Indonesia, Ramdani Sirait mengatakan, aksi mogok kerja oleh Serikat Pekerja PT Freeport Indonesia telah berdampak terhadap produksi dan pengapalan konsentrat. Pihaknya telah bekerja sama secara kooperatif dengan para pembeli kami berdasarkan perubahan jadwal produksi dan pengapalan konsentrat Freeport. 

"Produksi konsentrat yang lebih rendah tersebut berdampak terhadap kemampuan kinerja kami untuk memenuhi komitmen-komitmen penjualan kami secara optimal, dan sebagai akibatnya kami terpaksa menyatakan 'force majeure' terhadap perjanjian-perjanjian penjualan konsentrat yang terkena dampak tersebut," ujar kepada detikFinance, Rabu (26/10/2011).

Pengumuman kondisi force majeure itu berarti Freeport bisa menghindari denda biasanya karena gagal memenuhi kewajiban sesuai kontrak.

Sekitar 8.000 dari total 23.000 pekerja Freeport telah melakukan pemogokan kerja selama lebih dari 1 bulan di tambang yang berlokasi di Papua. Mereka menuntut kenaikan gaji dan kondisi kerja yang lebih baik.

Produksi emas dan tembaga Freeport dari tambang Grasberg di Papua mengalami penurunan sepanjang kuartal III-2011. Produksi tembaga di Papua sepanjang kuartal III-2011 mencapai 233 juta pounds. Turun 34% dibanding periode yang sama di2010 yang mencapai 358 juta pounds.

(qom/hen) 

Posted via email from Papua Posts

Lily Wahid: Freeport Diduga Bayar Aparat US$ 14 Juta

Febrina Ayu Scottiati - detikNews

Rabu, 26/10/2011 21:18 WIB 

Jakarta - Anggota Komisi I Lily Wahid mengaku mendapat informasi PT Freeport Indonesia merogeh kocek hingga US$ 14 juta untuk mengamankan aset-aset mereka di Timika. Uang itu diduga diberikan untuk jasa pengamanan kepada aparat polisi dan TNI.

"Saya dapat berita bahwa US$ 14 juta sudah dikucurkan PT Freeport untuk pengamanan aset kepada TNI/Polri," kata Lily, di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (26/10/2011).

Lily juga menduga uang tersebut ada kaitannya dengan penambahan personil Brimob yang diterjunkan untuk mengamankan kerusuhan di Papua. Ia pun mengibaratkan uang tersebut adalah uang centeng.

"Bisa jadi, ada kaitan antara uang centeng US$ 14 dengan penambahan personil Brimob yang dikirim kemarin," ujarnya.

Sebelumnya, belasan orang yang mengatasnamakan warga yang bermukim di sekitar wilayah PT Freeport mendatangi Komisi I DPR. Mereka meminta agar kondisi di wilayah sekitar Freeport kembali kondusif.

Menurut perwakilan warga tersebut, pasca bentrokan dan penembakan yang terjadi di sekitar wilayah Freeport, jalan menuju Timika ke Tembagapura, juga sebaliknya jadi tidak aman. Bila ada warga dari Timika ingin menuju ke Tembagapura harus dikawal aparat.

(feb/ndr) 

Posted via email from Papua Posts

Kontras dan Polda Bahas Papua

Written by Bel/Ant/Papos    
Wednesday, 26 October 2011 00:00

JAYAPURA [PAPOS]- Kontras Pusat dan Polda Papua membahas keamanan dan kekerasan di Papua.

Koordinator Kontras, Haris Azhar, usai pertemuan tertutup itu mengatakan, pertemuan tersebut intinya mencoba mendiskusikan beberapa hal terkait soal keamanan dan kekerasan di Papua.

"Pada dasarnya kita sampaikan informasi yang kita dapat dari Kontras Papua, sekaligus membagi beberapa hal tekait hak asasi manusia mengenai situasi di Papua itu seperti apa," kata Haris Azhar di Jayapura, Selasa.

Dia menjelaskan, masukan pihaknya adalah penemuan beberapa korban masyarakat sipil baik dalam peristiwa Abepura maupun Timika.

"Dalam pertemuan ini kita saling mengkroscek satu sama lain. Kontras sudah dapat jawaban dari pihak Polda maupun Polresta. selain itu, kita juga mendapat informasi baru dari Kapolda dan Kapolresta.Saya pikir ke depan polisi sudah membuka diri untuk menerima masukan-masukan dari kontras terkait dengan informasi tersebut," ujarnya.

Untuk peristiwa Abepura, kata Haris, pihaknya meminta jaminan akses hukum bagi mereka yang ditangkap dan ditahan di Mapolda Papua terkait kongres Papua III.

Dia mempertanyakan pertanggungjawaban polisi terhadap beberapa orang sipil dan peserta kongres yang menjadi korban kekerasan. Menyinggung soal data jumlah korban yang dimiliki Kontras, Haris mengatakan menurut laporan yang diterima korban ada tiga orang, sementara beberapa nama belum diketahui rimbanya, apakah melarikan diri atau dilarikan.[bel/ant]

Posted via email from Papua Posts

Mulia Tegang, Baku Tembak Terjadi

Written by Bel/Ant/Papos    
Wednesday, 26 October 2011 00:00

JAYAPURA [PAPOS]- Saling kontak tembak antara TNI/Polri dan kelompok sipil bersenjata [KSB] terus terjadi di dalam kota Mulia, ibukota kabupaten Puncak Jaya, Selasa [25/10]siang.

Usai jenazah Kapolsek Mulia, AKP Dominggus Awes diterbangkan dari bandara Mulia ke Bandara Sentani Jayapura, kemarin suara baku tembak terdengar di kota Mulia. Aparat TNI dan Polri tampak siaga penuh. Sontak saja kota Mulia mendadak sepi dari manusia setelah mendengar terjadinya kontak senjata.

Selain terjadi tembakan, Kantor Ketahanan Pangan kabupaten Puncak Jaya, yang terletak di kampung Wondeng Gobak, distrik Mulia, terbakar, diduga pelakunya oleh Kelompok Sipil Bersenjata [KSB].

Pantauan di Mulia, Selasa siang, tampak seluruh bangunan kantor yang berlokasi di tempat para KSB bertahan dari serangan aparat itu, sudah terbakar api. "Itu kantor Ketahanan Pangan yang terbakar," kata bupati Puncak Jaya, Lukas Enembe di Mulia, kemarin.

 

 

Status Siaga

Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo menyatakan saat ini semua kepolisian sektor di Provinsi Papua, terutama Kabupaten Puncak Jaya, berada dalam status siaga. "Semua dalam kegiatan siaga, terutama pada lokasi Puncak Jaya," ujar Kapolri sebelum menghadiri pelantikan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) di Istana Negara, Jakarta, Selasa.

Menurut dia, Polri tengah mengaktifkan dan mengoperasionalkan tim pemburu pelaku penembakan Kapolsek Kota Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Ajun Komisaris Dominggus Otto Awe, pada Senin 24 Oktober 2011.

Dia meminta masyarakat memberi Polri kesempatan untuk menyelidiki kasus penembakan tersebut. "Tim sudah melakukan langkah-langkah penyelidikan dan pengejaran, kita tunggu hasilnya," ujarnya.

Kapolri mengatakan penyelidikan itu dibantu Tentara Nasional Indonesia dan satuan-satuan lain.

Sampai saat ini, menurut dia, polisi belum mengetahui motif penembakan, namun dipastikan mereka adalah kelompok pengacau keamanan yang sering beraksi di wilayah Papua.

"Pasti yang bersangkutan kelompok pengacau keamanan," katanya.

Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman menyatakan pihak intelijen sedang berupaya semaksimal mungkin mencegah terjadinya aksi kekerasan yang bisa menimbulkan korban lagi di Papua.

Marciano menyebut aksi penembakan Kapolsek Papua sebagai kriminal murni."Kejadian itu adalah murni kejadian kejahatan kriminal di mana dia merebut senjatanya kapolsek itu kemudian menembak, sehingga kita harus meningkatkan kewaspadaan kita," tuturnya.

 

Kirim Tim

Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri mengirimkan tiga tim ke Papua, guna melacak para pelaku penembakan Kapolsek Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Papua, AKP Dominggus Oktavianus Awes.

"Terkait dengan kasus penembakan Kapolsek Mulia masih dalam penyelidikan dan ada tiga tim kami yang di sana untuk melakukan pelacakan terhadap para pelaku," kata Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Sutarman di Depok, Selasa.

Dia menyebut tantangan bagi tugas itu adalah medan Papua yang terlalu berat bagi reserse sehingga diperlukan tim-tim yang bisa mengetahui posisi para pelaku."Untuk melakukan penangkapan kami harus ada tim yang kuat. Bahkan kami perlu bantun TNI untuk melakukan pengejaran, di mana kemungkinan pelaku lari ke hutan," kata Sutarman.

Tiap tim dari Bareksrim terdiri dari 10 orang. Hari ini dikirim juga satu batalyon Brimob Kelapa Dua, Depok, sebanyak 300 orang, yang semuanya di bawah kendali Kapolda Papua.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam menyatakan pelaku penembakan Kapolsek Mulia adalah kelompok separatis.

 

Ranah polisi

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menegaskan, insiden penembakan di Papua merupakan ranah polisi.

Di sela rapat kerja dengan Komisi I DPR RI, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Selasa, Purnomo mengungkapkan insiden itu berkaitan dengan penembakan Kapolsek Mulia, AKP Dominggus Awes.

Dia menyebut insiden itu sebagai ancaman terhadap keamanan publik, namun belum menjadi ancaman integrasi bangsa.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI, Helmy Fauzi menilai insiden di Abepura dan Timika itu meningkatkan eskalasi politik di daerah tersebut sehingga harus segera dideteksi dan dicegah agar tidak berkembang lebih luas.

"Memang masih terlalu dini, tapi kalau dibiarkan bisa menjadi potensi konflik," katanya.

Menurut dia, Komisi I DPR RI akan segera mengundang Menko Polkam Djoko Suyanto untuk menjelaskan dan merespons masalah ini secara cermat. "Jangan menyepelekan insiden di Papua," katanya.

 

Waspadai Bendera OPM

Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan pemerintah dalam hal ini aparat keamanan mewaspadai upaya pengibaran bendera organisasi Papua Merdeka (OPM) karena hal tersebut merupakan tindakan melawan hukum.

"Dengan dinamika seperti itu, pasti aparat TNI akan tingkatkan kewaspadaan. Dan kejahatan seperti itu masih ada. Itu yang harus balance," kata Djoko di Istana Presiden Jakarta, Selasa.

Ia mengaku merasa prihatin atas serangkaian tindakan kekerasan berupa penembahakan terhadap warga di Timika dan juga pembunuhan Kapolsek Mulia di kawasan Jaya.

"Saya kira kita menyesalkan penembakan terhadap Kapolsek Mulya, juga tiga orang warga kita di Timika. Jadi masyarakat publik harus tahu bahwa tindakan kekerasan juga dilakukan oleh kelompok-kelompok itu terhadap masyarakat dan aparat. Jangan lalu beritanya isinya kekerasan aparat saja, itu riil, petugas diserang, masyarakat di bunuh. Kalau TNI/Polri melakukan pengejaran jangan dikaitkan dengan Hal lainnya," katanya.

Menko Polhukam mengatakan sejauh ini masih dilakukan penyelidikan dan belum ada informasi adanya dukungan pihak asing atas sejumlah insiden tersebut.

Ia menambahkan tentu ada peningkatan kewaspadaan.

Sementara itu ditempat yang sama, Kepala BIN Marciano Noorman mengatakan pihaknya terus bekerja keras untuk menyelesaikan dan mencegah kejadian serupa terulang.

"Masalah Papua kita sekarang sedang bekerja keras. Mengatasi perkembangan disana. Kita coba semaksimal mungkin untuk tidak terjadi lagi. Kemudian masalah yang berkaitan dengan Timikia semua pihak berusaha agar manajemen dan karyawan bisa mendapat satu titik temu," paparnya.

Sementara mengenai penembakan terhadap Kapolsek Mulia, Marciano mengatakan sejauh ini indikasinya adalah kriminal.

"Kejadian itu murni kejahatan, kriminal itu dimana dia merebut senjata kapolsek, kemudian menembak. Kita harus tingkatkan kewaspadaan," katanya.[bel/ant]

Posted via email from Papua Merdeka Podcast

Tuesday 25 October 2011

Papua Bukan Ladang Pembantaian

Written by Bela/Thoding/Papos    
Saturday, 22 October 2011 00:00

JAYAPURA [PAPOS]-Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia asal Papua Diaz Gwijangge meminta aparat keamanan mengusut tuntas pelaku pembunuhan biadab terhadap Dabiel Knefe (28), Max Sesa dan satu orang lagi belum diketahui identitsanya.

“Saya perlu ingatkan bahwa Papua bukan ladang pembantaian. Sudah cukup banyak nyawa warga melayang sia-sia. Aparat harus mencari dan menemukan pelaku serta motif pembunuhan,” tegas Diaz Gwijangge kepada sejumlah wartawan di Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta, Kamis, [20/10].

Mayat keduanya ditemukan Kamis [20/10] pagi di Bukit Heram di belakang kompleks Korem 172 Praja Wira Yakthi Abepura, Papua, sehari setelah pembubaran Kongres Rakyat Papua III oleh aparat gabungan TNI dan Polri.

Selain meminta aparat mengusut dan menemukan pelaku, pihaknya mengingatkan masyarakat mewaspadai kemungkinan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab bertindak lebih brutal lagi. “Masyarakat perlu mewaspadahi stigmatisasi separatis atau makar. Jangan sampai elemen-elemen masyarakat yang mengadakan kegiatan-kegiatan tertentu dicap makar karena ini lagu lama,” tandas Diaz.

Menurutnya, berdasarkan informasi yang diterima dari Jayapura, setidaknya ada lima warga sipil yang diamankan di Markas Kepolisian Daerah dengan tuduhan makar dan kepemilikan senjata tajam. Kelima warga sipil tersebut adalah Forkorus Yaboisembut, Edison Gladius Waromi, August Makbrawen Sananay Kraar, Dominikus Sorabut, dan Gat Wenda. Kabarnya, semuanya resmi ditetapkan sebagai tersangka.

Beberapa mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Fajar Timur juga diberitakan belum kembali ke asrama mereka. Beberapa yang lain telah pulang setelah sebelumnya ditangkap aparat.“Mereka telah dipulangkan setelah diperiksa di Polda,” kata Uskup Keuskupan Jayapura Mgr Leo Laba Ladjar OFM ketika ditemui, Kamis (20/10/2011), di Kompleks STFT Fajar Timur, Abepura.

Nyawa

Sementara itu, Ketua Komisis A DPRP, Ruben Magai, S.IP meminta agar manusia tidak dikorban secara terus menerus di Tanah Papua. Oleh karena itu, alat Negara yang bertugas di Papua harus menerjemahkan misi Negara dengan baik.

“Kami berbicara dari sudut pandang manusia, saya tidak berbicara soal Demokratnya, tetapi saya berbicara dari sudut pandang manusia yang sudah hilang nyawa manusia,” kata Ruben kepada wartawan di kantor Gubernur Provinsi Papua, kemarin.

Partai politik kata Ruben tidak ada sangkut pautnya dalam menyikapi situasi politik dan pembangunan. Apalagi adanya penembakan orang. Sebagai wakil rakyat atau sebagai corong rakyat dewan harus menyikapi persoalan dilapangan. itu menjadi tanggung jawab dari aparat keamanan sendiri. ‘’ Jadi jangan sampai pemerintah pusat menilai yang bicara hanya Democrat, tentu democrat berbicara karena menyangkut nyawa manusia,” tandasnya.

Jadi kebijakan Negara tidak dikaitkan dengan penembakan terhadap orang. Untuk itu, dewan mendesak pemerintah mencermati peristiwa ini secara serius. Walaupun demokrasi di Negara sudah bebas, tetapi demokrasi harus diatur supaya ada corong yang dibuka bagi orang untuk berbicara.

“Kami dari partai demokrasi tidak melakukan intervensi, kami hanya minta proses hukum tetap berjalan, tetapi manusia yang menjadi koran secara terus menerus di tanah ini tidak boleh. Stop sudah, kami berhadap pemerintah pusat dapat mengambil langkah-langkag,”tegasnya.[bela/tho]

Posted via email from West Papua Merdeka Posterous

Papua Bukan Ladang Pembantaian

Written by Bela/Thoding/Papos    
Saturday, 22 October 2011 00:00

JAYAPURA [PAPOS]-Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia asal Papua Diaz Gwijangge meminta aparat keamanan mengusut tuntas pelaku pembunuhan biadab terhadap Dabiel Knefe (28), Max Sesa dan satu orang lagi belum diketahui identitsanya.

“Saya perlu ingatkan bahwa Papua bukan ladang pembantaian. Sudah cukup banyak nyawa warga melayang sia-sia. Aparat harus mencari dan menemukan pelaku serta motif pembunuhan,” tegas Diaz Gwijangge kepada sejumlah wartawan di Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta, Kamis, [20/10].

Mayat keduanya ditemukan Kamis [20/10] pagi di Bukit Heram di belakang kompleks Korem 172 Praja Wira Yakthi Abepura, Papua, sehari setelah pembubaran Kongres Rakyat Papua III oleh aparat gabungan TNI dan Polri.

Selain meminta aparat mengusut dan menemukan pelaku, pihaknya mengingatkan masyarakat mewaspadai kemungkinan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab bertindak lebih brutal lagi. “Masyarakat perlu mewaspadahi stigmatisasi separatis atau makar. Jangan sampai elemen-elemen masyarakat yang mengadakan kegiatan-kegiatan tertentu dicap makar karena ini lagu lama,” tandas Diaz.

Menurutnya, berdasarkan informasi yang diterima dari Jayapura, setidaknya ada lima warga sipil yang diamankan di Markas Kepolisian Daerah dengan tuduhan makar dan kepemilikan senjata tajam. Kelima warga sipil tersebut adalah Forkorus Yaboisembut, Edison Gladius Waromi, August Makbrawen Sananay Kraar, Dominikus Sorabut, dan Gat Wenda. Kabarnya, semuanya resmi ditetapkan sebagai tersangka.

Beberapa mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Fajar Timur juga diberitakan belum kembali ke asrama mereka. Beberapa yang lain telah pulang setelah sebelumnya ditangkap aparat.“Mereka telah dipulangkan setelah diperiksa di Polda,” kata Uskup Keuskupan Jayapura Mgr Leo Laba Ladjar OFM ketika ditemui, Kamis (20/10/2011), di Kompleks STFT Fajar Timur, Abepura.

Nyawa

Sementara itu, Ketua Komisis A DPRP, Ruben Magai, S.IP meminta agar manusia tidak dikorban secara terus menerus di Tanah Papua. Oleh karena itu, alat Negara yang bertugas di Papua harus menerjemahkan misi Negara dengan baik.

“Kami berbicara dari sudut pandang manusia, saya tidak berbicara soal Demokratnya, tetapi saya berbicara dari sudut pandang manusia yang sudah hilang nyawa manusia,” kata Ruben kepada wartawan di kantor Gubernur Provinsi Papua, kemarin.

Partai politik kata Ruben tidak ada sangkut pautnya dalam menyikapi situasi politik dan pembangunan. Apalagi adanya penembakan orang. Sebagai wakil rakyat atau sebagai corong rakyat dewan harus menyikapi persoalan dilapangan. itu menjadi tanggung jawab dari aparat keamanan sendiri. ‘’ Jadi jangan sampai pemerintah pusat menilai yang bicara hanya Democrat, tentu democrat berbicara karena menyangkut nyawa manusia,” tandasnya.

Jadi kebijakan Negara tidak dikaitkan dengan penembakan terhadap orang. Untuk itu, dewan mendesak pemerintah mencermati peristiwa ini secara serius. Walaupun demokrasi di Negara sudah bebas, tetapi demokrasi harus diatur supaya ada corong yang dibuka bagi orang untuk berbicara.

“Kami dari partai demokrasi tidak melakukan intervensi, kami hanya minta proses hukum tetap berjalan, tetapi manusia yang menjadi koran secara terus menerus di tanah ini tidak boleh. Stop sudah, kami berhadap pemerintah pusat dapat mengambil langkah-langkag,”tegasnya.[bela/tho]

Posted via email from Papua Posts

Papua Bukan Ladang Pembantaian

Written by Bela/Thoding/Papos    
Saturday, 22 October 2011 00:00

JAYAPURA [PAPOS]-Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia asal Papua Diaz Gwijangge meminta aparat keamanan mengusut tuntas pelaku pembunuhan biadab terhadap Dabiel Knefe (28), Max Sesa dan satu orang lagi belum diketahui identitsanya.

“Saya perlu ingatkan bahwa Papua bukan ladang pembantaian. Sudah cukup banyak nyawa warga melayang sia-sia. Aparat harus mencari dan menemukan pelaku serta motif pembunuhan,” tegas Diaz Gwijangge kepada sejumlah wartawan di Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta, Kamis, [20/10].

Mayat keduanya ditemukan Kamis [20/10] pagi di Bukit Heram di belakang kompleks Korem 172 Praja Wira Yakthi Abepura, Papua, sehari setelah pembubaran Kongres Rakyat Papua III oleh aparat gabungan TNI dan Polri.

Selain meminta aparat mengusut dan menemukan pelaku, pihaknya mengingatkan masyarakat mewaspadai kemungkinan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab bertindak lebih brutal lagi. “Masyarakat perlu mewaspadahi stigmatisasi separatis atau makar. Jangan sampai elemen-elemen masyarakat yang mengadakan kegiatan-kegiatan tertentu dicap makar karena ini lagu lama,” tandas Diaz.

Menurutnya, berdasarkan informasi yang diterima dari Jayapura, setidaknya ada lima warga sipil yang diamankan di Markas Kepolisian Daerah dengan tuduhan makar dan kepemilikan senjata tajam. Kelima warga sipil tersebut adalah Forkorus Yaboisembut, Edison Gladius Waromi, August Makbrawen Sananay Kraar, Dominikus Sorabut, dan Gat Wenda. Kabarnya, semuanya resmi ditetapkan sebagai tersangka.

Beberapa mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Fajar Timur juga diberitakan belum kembali ke asrama mereka. Beberapa yang lain telah pulang setelah sebelumnya ditangkap aparat.“Mereka telah dipulangkan setelah diperiksa di Polda,” kata Uskup Keuskupan Jayapura Mgr Leo Laba Ladjar OFM ketika ditemui, Kamis (20/10/2011), di Kompleks STFT Fajar Timur, Abepura.

Nyawa

Sementara itu, Ketua Komisis A DPRP, Ruben Magai, S.IP meminta agar manusia tidak dikorban secara terus menerus di Tanah Papua. Oleh karena itu, alat Negara yang bertugas di Papua harus menerjemahkan misi Negara dengan baik.

“Kami berbicara dari sudut pandang manusia, saya tidak berbicara soal Demokratnya, tetapi saya berbicara dari sudut pandang manusia yang sudah hilang nyawa manusia,” kata Ruben kepada wartawan di kantor Gubernur Provinsi Papua, kemarin.

Partai politik kata Ruben tidak ada sangkut pautnya dalam menyikapi situasi politik dan pembangunan. Apalagi adanya penembakan orang. Sebagai wakil rakyat atau sebagai corong rakyat dewan harus menyikapi persoalan dilapangan. itu menjadi tanggung jawab dari aparat keamanan sendiri. ‘’ Jadi jangan sampai pemerintah pusat menilai yang bicara hanya Democrat, tentu democrat berbicara karena menyangkut nyawa manusia,” tandasnya.

Jadi kebijakan Negara tidak dikaitkan dengan penembakan terhadap orang. Untuk itu, dewan mendesak pemerintah mencermati peristiwa ini secara serius. Walaupun demokrasi di Negara sudah bebas, tetapi demokrasi harus diatur supaya ada corong yang dibuka bagi orang untuk berbicara.

“Kami dari partai demokrasi tidak melakukan intervensi, kami hanya minta proses hukum tetap berjalan, tetapi manusia yang menjadi koran secara terus menerus di tanah ini tidak boleh. Stop sudah, kami berhadap pemerintah pusat dapat mengambil langkah-langkag,”tegasnya.[bela/tho]

Posted via email from Papua Merdeka Podcast

Enam Pelaku KRP III Tetap Diproses Hukum

Written by Bela/Loy/Papos    
Saturday, 22 October 2011 00:00

JAYAPURA [PAPOS] – Kapolda Papua Irjen [Pol], Bigman Lumban Tobing menegaskan bahwa ke enam pelaku Kongres Rakyat Papua [KRP] III yang saat ini menjadi tahanan, tetap akan diproses sesuai hukum yang berlaku di NKRI.

Penagasan itu disampaikan Kapolda Papua Irjen [Pol] Bigman Lumban Tobing kepada wartawan usai pertemuan dengan FORKOMPIMDA diantaranya Kapolda Papua, Pangdam XVII Cenderawasih, tokoh Masyarakat serta tokoh agama di ruang kerja Gubernur, Jumat [21/10] kemarin. ‘’Kita sudah cukup toleransi. Kegiatan KRP sudah menyimpang, bahkan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah tempak pelaksanaan dimana, tetapi sampai sekarang mereka tidak mengantongi ijin. kita sendiri cukup sabar menunggu, tetapi mereka tidak ada itikad baik mereka untuk mengurus ijin,’’ tegas Kapolda.

Ia juga meminta kepada wartawan untuk menyampaikan dan menyajikan berita yang kondusif, bukan menimbulkan kekuatiran-kekuatiran yang dampaknya kurang baik kepada masyarakat.

‘’Kami dari Penyidik Direskrim Umum dan Direskrim Khusus Polda Papua masih terus melakukan pengembangan terhadap 6 tersangka yang berhasil diamankan di Mapolda Papua Papua, Rabu (19/10) lalu,’’ kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat [Humas] Polda Papua, Komisaris Besar Polisi, Wachyono saat dikonfirmasi wartawan, Jum’at (21/10) kemarin.

Sampai sekarang kata Kabid Humas, pihaknya belum ada penambahan tersangka terkait pelakanaan KRP III, Rabu [19/10] lalu. “Kita masih melakukan pemeriksaan saksi-saksi dulu dan melakukan pengembangan terhadap 6 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka ini,” ujar Wachyono lewat Telephone selulernya.

Dari 6 orang yang sudah di tetapkan tersangka ini diantaranya, Yoboisembut yang [Presiden Bangsa Papua Barat], Edison Gladius Waromi [perdana Menteri Papua Barat], August Makbrawen, Dominikus Sorabut, Selpius Bobi [Ketua Panitia KRP III], dan Gat Wenda

Wachyono menegaskan, ke enam tersangka ini, 5 diantaranya kasus Makar masing-masing, Yoboisembut, Edison Gladius Waromi, August Makbrawen, Dominikus Sorabut, dan Selpius Bobi. Mereka di kenakan pasal 110 ayat (1) KUHP dan 106 KUHP dan 160 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun penjara atau seumur hidu.

Sedangkan tersangka, Gat Wenda dikenakan pasal Undang-undang Darurat yakni, pasal 2 ayat (1) undang-undang Darurat nomor 12 tahun 1951 dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.

Gat Wenda dikenakan Undang-undang darurat karena saat usai pelaksanaan Kongres Rakyat Papua III ditemukan sebilah parang. “Waktu dia diperiksa dalam mobil aparat gabungan TNI/Polri menemukan sebilah parang miliknya dan dia mengaku bahwa para tersebut miliknya,” jelas Wachyono

Disinggung terkait penemuan 3 mayat diantaranya, di belakang Gunung, tepatnya di belakang Korem 172/PWY dan di lereng bukit, distrik Heram, Kabid Humas Wachyono menegaskan bahwa pihaknya, belum bisa memastikan penyebab ketiga mayat yang ditemukan tersebut. “Ketiga korban tersebut masih di otopsi dan kalau sudah ada hasilnya nanti akan di beritahukan,” ujarnya. [bela/loy]

Posted via email from West Papua Merdeka Posterous

Enam Pelaku KRP III Tetap Diproses Hukum

Written by Bela/Loy/Papos    
Saturday, 22 October 2011 00:00

JAYAPURA [PAPOS] – Kapolda Papua Irjen [Pol], Bigman Lumban Tobing menegaskan bahwa ke enam pelaku Kongres Rakyat Papua [KRP] III yang saat ini menjadi tahanan, tetap akan diproses sesuai hukum yang berlaku di NKRI.

Penagasan itu disampaikan Kapolda Papua Irjen [Pol] Bigman Lumban Tobing kepada wartawan usai pertemuan dengan FORKOMPIMDA diantaranya Kapolda Papua, Pangdam XVII Cenderawasih, tokoh Masyarakat serta tokoh agama di ruang kerja Gubernur, Jumat [21/10] kemarin. ‘’Kita sudah cukup toleransi. Kegiatan KRP sudah menyimpang, bahkan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah tempak pelaksanaan dimana, tetapi sampai sekarang mereka tidak mengantongi ijin. kita sendiri cukup sabar menunggu, tetapi mereka tidak ada itikad baik mereka untuk mengurus ijin,’’ tegas Kapolda.

Ia juga meminta kepada wartawan untuk menyampaikan dan menyajikan berita yang kondusif, bukan menimbulkan kekuatiran-kekuatiran yang dampaknya kurang baik kepada masyarakat.

‘’Kami dari Penyidik Direskrim Umum dan Direskrim Khusus Polda Papua masih terus melakukan pengembangan terhadap 6 tersangka yang berhasil diamankan di Mapolda Papua Papua, Rabu (19/10) lalu,’’ kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat [Humas] Polda Papua, Komisaris Besar Polisi, Wachyono saat dikonfirmasi wartawan, Jum’at (21/10) kemarin.

Sampai sekarang kata Kabid Humas, pihaknya belum ada penambahan tersangka terkait pelakanaan KRP III, Rabu [19/10] lalu. “Kita masih melakukan pemeriksaan saksi-saksi dulu dan melakukan pengembangan terhadap 6 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka ini,” ujar Wachyono lewat Telephone selulernya.

Dari 6 orang yang sudah di tetapkan tersangka ini diantaranya, Yoboisembut yang [Presiden Bangsa Papua Barat], Edison Gladius Waromi [perdana Menteri Papua Barat], August Makbrawen, Dominikus Sorabut, Selpius Bobi [Ketua Panitia KRP III], dan Gat Wenda

Wachyono menegaskan, ke enam tersangka ini, 5 diantaranya kasus Makar masing-masing, Yoboisembut, Edison Gladius Waromi, August Makbrawen, Dominikus Sorabut, dan Selpius Bobi. Mereka di kenakan pasal 110 ayat (1) KUHP dan 106 KUHP dan 160 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun penjara atau seumur hidu.

Sedangkan tersangka, Gat Wenda dikenakan pasal Undang-undang Darurat yakni, pasal 2 ayat (1) undang-undang Darurat nomor 12 tahun 1951 dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.

Gat Wenda dikenakan Undang-undang darurat karena saat usai pelaksanaan Kongres Rakyat Papua III ditemukan sebilah parang. “Waktu dia diperiksa dalam mobil aparat gabungan TNI/Polri menemukan sebilah parang miliknya dan dia mengaku bahwa para tersebut miliknya,” jelas Wachyono

Disinggung terkait penemuan 3 mayat diantaranya, di belakang Gunung, tepatnya di belakang Korem 172/PWY dan di lereng bukit, distrik Heram, Kabid Humas Wachyono menegaskan bahwa pihaknya, belum bisa memastikan penyebab ketiga mayat yang ditemukan tersebut. “Ketiga korban tersebut masih di otopsi dan kalau sudah ada hasilnya nanti akan di beritahukan,” ujarnya. [bela/loy]

Posted via email from Papua Posts

Enam Pelaku KRP III Tetap Diproses Hukum

Written by Bela/Loy/Papos    
Saturday, 22 October 2011 00:00

JAYAPURA [PAPOS] – Kapolda Papua Irjen [Pol], Bigman Lumban Tobing menegaskan bahwa ke enam pelaku Kongres Rakyat Papua [KRP] III yang saat ini menjadi tahanan, tetap akan diproses sesuai hukum yang berlaku di NKRI.

Penagasan itu disampaikan Kapolda Papua Irjen [Pol] Bigman Lumban Tobing kepada wartawan usai pertemuan dengan FORKOMPIMDA diantaranya Kapolda Papua, Pangdam XVII Cenderawasih, tokoh Masyarakat serta tokoh agama di ruang kerja Gubernur, Jumat [21/10] kemarin. ‘’Kita sudah cukup toleransi. Kegiatan KRP sudah menyimpang, bahkan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah tempak pelaksanaan dimana, tetapi sampai sekarang mereka tidak mengantongi ijin. kita sendiri cukup sabar menunggu, tetapi mereka tidak ada itikad baik mereka untuk mengurus ijin,’’ tegas Kapolda.

Ia juga meminta kepada wartawan untuk menyampaikan dan menyajikan berita yang kondusif, bukan menimbulkan kekuatiran-kekuatiran yang dampaknya kurang baik kepada masyarakat.

‘’Kami dari Penyidik Direskrim Umum dan Direskrim Khusus Polda Papua masih terus melakukan pengembangan terhadap 6 tersangka yang berhasil diamankan di Mapolda Papua Papua, Rabu (19/10) lalu,’’ kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat [Humas] Polda Papua, Komisaris Besar Polisi, Wachyono saat dikonfirmasi wartawan, Jum’at (21/10) kemarin.

Sampai sekarang kata Kabid Humas, pihaknya belum ada penambahan tersangka terkait pelakanaan KRP III, Rabu [19/10] lalu. “Kita masih melakukan pemeriksaan saksi-saksi dulu dan melakukan pengembangan terhadap 6 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka ini,” ujar Wachyono lewat Telephone selulernya.

Dari 6 orang yang sudah di tetapkan tersangka ini diantaranya, Yoboisembut yang [Presiden Bangsa Papua Barat], Edison Gladius Waromi [perdana Menteri Papua Barat], August Makbrawen, Dominikus Sorabut, Selpius Bobi [Ketua Panitia KRP III], dan Gat Wenda

Wachyono menegaskan, ke enam tersangka ini, 5 diantaranya kasus Makar masing-masing, Yoboisembut, Edison Gladius Waromi, August Makbrawen, Dominikus Sorabut, dan Selpius Bobi. Mereka di kenakan pasal 110 ayat (1) KUHP dan 106 KUHP dan 160 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun penjara atau seumur hidu.

Sedangkan tersangka, Gat Wenda dikenakan pasal Undang-undang Darurat yakni, pasal 2 ayat (1) undang-undang Darurat nomor 12 tahun 1951 dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.

Gat Wenda dikenakan Undang-undang darurat karena saat usai pelaksanaan Kongres Rakyat Papua III ditemukan sebilah parang. “Waktu dia diperiksa dalam mobil aparat gabungan TNI/Polri menemukan sebilah parang miliknya dan dia mengaku bahwa para tersebut miliknya,” jelas Wachyono

Disinggung terkait penemuan 3 mayat diantaranya, di belakang Gunung, tepatnya di belakang Korem 172/PWY dan di lereng bukit, distrik Heram, Kabid Humas Wachyono menegaskan bahwa pihaknya, belum bisa memastikan penyebab ketiga mayat yang ditemukan tersebut. “Ketiga korban tersebut masih di otopsi dan kalau sudah ada hasilnya nanti akan di beritahukan,” ujarnya. [bela/loy]

Posted via email from Papua Merdeka Podcast

My Headlines

Papua - Indonesia Headline Animator

 
free counters

Blog Papua - Indonesia Headline Animator

About Me

My photo
Jayapura, Papua, Indonesia
Papua, West Papua, Free West Papua

Followers